Raja Bijaksana Ibu
Angin
bertiup lembut menerobos ranting di sore hari yang teduh saat ini. Sinar
matahari menyeruak keluar dari celah dedaunan. Meskipun sudah sore namun jalan
raya tetap jalan raya, padat, banyak kendaraan berlalu-lalang.
“ Ibu, ayo kita menyeberang sekarang!”
“Iya nak, tunggu sebentar tas ibu berat.”
“Baik bu, “
“Nah, ayo sekarang kita menyeberang. Ingat ya kalau
menyeberang itu lewat zebra cross supaya
kita dilindungi oleh pemerintah.” Ibu berpesan.
Alvin
menatap kebingungan dan tampak penasaran. Bukan persoalan kebingungan arti zebra cross karena ia tahu pasti garis loreng-loreng putih itu yang
disebut dengan zebra cross. Anak
kecil berumur enam tahun itu bingung bagaimana bisa benda seperti itu dapat
melindungi kita? Dan apa itu undang-undang?
Ia pun bertanya, “ Ibu, bagaimana bisa dia melindungi
kita?”
Ibu menjawab, “ Hm… Pemerintah itu memimpin dan
melindungi kita lewat perintahnya. Perintah itu akan diawasi oleh seorang hakim
yang agung dan bijaksana,”
Deangan cepat Alvin menjawab, “ Seperti perintah seorang
raja ya bu? Yang dapat memerintah rakyatnya dengan baik jadi kita tidak perlu
takut pada musuh karena raja telah melindungi kita? Iya ya bu?”
Ibu
tersenyum hangat seraya mengangguk. Alvin dan ibunya melanjutkan perjalanan dan
akhirnya sampailah mereka di rumah. Sinar oranye kian menghilang dan semakin
larut ditelan hitam Alvin yang telah pergi seharian menjadi kelelahan. Setelah
berganti baju dan makan ia bergegas tidur. Ibu duduk di samping ranjang Alvin
sejenak untuk mengingatkan Alvin supaya berdoa sebelum tidur.
“Bu…” kata Alvin
“Iya Alvin, ada apa? Kamu tidak lupa untuk berdoa kan?” kata
Ibu
“Sudah berdoa kok bu,” berhenti sejenak lalu Alvin
melanjutkan, “ Bu Alvin ingin menjadi seorang hakim. Boleh nggak bu?”
Ibu tersenyum dan
mengusap rambut anak kesayangannya sejenak dan berkata,
“Boleh,
asalkan kamu harus seperti raja yang baik, yang melindungi rakyatnya dengan
adil dan bijaksana.”
“Nah sekarang tidurlah dan tambah doamu untuk mencapai
cita-cita menjadi hakim.” Lanjut ibu.
Alvin mengangguk dan
mengangkat tangan mungilnya seraya berdoa menggumamkan sesuatu lalu tertidur
lelap.
***
Akhir-akhir ini kuperhatikan anak itu jadi sering
mengamati segala hal berbau hukum, apa mungkin ini pertanda ia mulai serius
menekuni cita-citanya?
“Alvin,
kamu tidak mau bermain keluar bersama teman-temanmu? Ibu rasa hujan sudah
reda,” kataku pada Alvin.
“Em..
nanti aja bu, beritanya nggak bisa diulang, mau lihat ini sebentar,” jawab
Alvin.
“
Bu, Alvin bingung deh, tadi itu pembawa beritanya bilang ada kakek yang harus
berhadapan dengan meja hijau. Alvin lihat kok nggak ada warna meja yang hijau
ya?” lanjutnya.
“Hehehe
itu hanya kiasan, nak.” Jawabku sambil menahan tawa karena kepolosan anak itu.
***
Ada
hakim, saksi, tersangka, dan yang lainnya di dalam kotak kecil ini. Sekiraku
aka nada kasus penting di sini. Sebelumnya aku sudah melihat persoalan tentang
seseorang yang korupsi. Aku anak kelas tiga SD dan aku merasa sudah cukup
pintar mengerti tantang berita tapi tetap saja tidak mengerti apa itu arti
korupsi. Setelah kutanya ke ibu, ibu hanya menjawab,
“Korupsi
itu… ada orang-orang yang mencuri uang bukan miliknya. Memang kenapa?”
Karena
melihat raut wajah ibu yang sedikit khawatir aku lebih memilih menjawab
“Nggak
papa bu, Cuma ingin tahu.”
Sekarang
setelah kupahami ceritanya di pengadilan itu ada seorang kakek yang dihukum
kurungan penjara karena mengambil.”
***
Ibu
pulang dari mengantarkan makanan ke tetangga sebelah. Baru sekarang ibu sempat
mengantarkan karena sudah dua hari ini berturut-turut setiap sore turun hujan
deras. Hal itu juga yang membuat Alvin kehilangan momen bermainnya.
Tidak
seperti biasanya suasana rumah sederhana yang biasanya ramai oleh suara celoteh
Alvin. Rupanya anak kecil itu duduk menunduk di sudut sofa di ruang tamu.
Sepertinya ia sengaja menunggu kehadiran ibunya.
“Bu,
kenapa kakek tadi dihukum Bu?”
“Kenapa
Om-om tadi senyum-senyum waktu di
hukum?”
“Bu,
jawab bu, Alvin ingin tahu. Kenapa bu, hakim bisa menjadi seperti itu?”
Kaget
serta bingung menghampiri Ibu anak itu. Ia tidak tahu harus menjawab apa.
Pertanyaan ini begitu tiba-tiba ditambah dengan raut wajah anak satu-satunya
yang penuh ragam ekspresi yang sulit untuk ditebak.
“Nak,
orang salah memang harus dihukum. Kakek yang kamu lihat di televise kemarin
sudah mengambil semangka milik orang lain oleh karena itu beliau harus dihukum.
Om itu juga sudah melakukan korupsi dan harjs dihukum.”
“Alvin
ngerti orang bersalah harus dihukum,” jawab Alvin.
“Tapi
bu, raja yang adil dan bijak akan membantu rakyat yang kesulitan. Bukankah
kakek itu sudah tidak bisa lagi bekerja dan om tadi masih dapat bekerja dengan
kuat? Kenapa Kakek dihukum lebih berat dari Om yang bangga mengambil uang kita
semua, uang rakyat?”
Tiba-tiba
tanpa diduga anak polos itu menangis.
“Bu,
polisi juga ikut-ikutan menangkap kakek tua itu. Kakek itu kan sudah tua dan
tidak dapat bekerja. Kenapa harus dihukum lebih berat dari yang mencuri uang
banyak?”
Bahunya
bergetar menahan gejolak rasa yang timbul. Ibu kaget melihat begitu hebatnya
akibat yang ditimbulkan oleh kebenaran itu. Ia pun tidak dapat berkata apa-apa
dan hanya mampu menggapai anak terkasihnya untuk dipeluk dan berbisik lirih
“Alvin,
maafkan ibu, semuanya itu ada baik dan buruk. Ada raja yang baik dan raja yang
jahat.”
“Kamu
Alvin, anak ibu yang baik. Jadilah raja yang baik,” kata ibu menenangkan Alvin
***
Siang
itu terasa seperti fatamorgana berada di setiap sudut kota. Pandangan serasa
bergelombang kabur tak jelas. Memang hari itu suhu kota melebihi derajat rata-rata.
Kareni panasnya siang hari itu maka Alvin memutuskan beristirahat sebentar
sebelum menyeberang jalan. Ia melihat ada buah mangga menggelinding tepat di
depannya. Buah segar itu berasal dari pohon taman kota yang berada di dekatnya.
Ketika hendak mengambil buah tersebut sekilas ia melihat sosok berbaju cokelat
berperawakan tinggi dan tegap.
Alvin
tak mengerti mengapa muncul perasaan aneh saat melihat orang itu. Semacam
perasaan takut dan waspada sehingga ia memutuskan untuk segera pergi dan
menyeberang dan pergi sesegera mungkin dari tempat itu.Ia melihat mangga di
tangannya dan tiba-tiba teringat kisah kakek-kakek di meja hijau maka ditaruh
kembali buah itu dan bersegera untuk lari.
“Hei
Nak, tunggu dulu,” teriak seorang polisi tersebut.
Sambil
menoleh ke belakang ia tetap berlari kencang ke depan dan tanpa ia sadar ia
berlari ke suatu arah yang tidak dikehendakinya.
“Nak,
hati-hati tunggu sebentar, kau lebih baik lewat zebra….”
BRAAKK!
***
Bangublah nak, bangun,
bangunlah meskipun dunia tak seindah surge. Ibu di sini sendirian tanpa kamu.
Jangan berpikiran untuk pergi.
***
Samar-samar terlihat
jemari mungil itu bergerak rapuh. Ibu terkesiap dan memandang penuh harap.
Rupanya Alvin setelah beberapa hari ini tak sadarkan diri ia akan siuman. Alvin
membuka matanya perlahan dan berkata,
“Bu, saya mau jadi raja
yang baik bu.”
“Iya Nak, makanya kamu
harus berusaha keras untuk sembuh,” kata ibu serak.
Anak yang masih innocent itu hanya mampu menjawab dengan
senyuman dan sekilas kepalanya bergerak. Ibu hanya dapat berdoa dan menggenggam
erat tangan Alvin seolah tak mau dilepasnya buah hati tercintanya. Lalu Alvin
memejamkan matanya kembali. Suara mesin nyaring berbunyi mengagetkan Ibu. Ibu
yang kebingungan itu segera memanggil dokter. Ketka dokter datang raut wajah
sang dokter menjadi mendung.Sekonyong-konyong Ibu menggeleng perlahan dengan
tatapan tanpa gairah hidup”
“Nak, jadilah raja yang
sebaik-baiknya raja di surge.”
Setengah tidak percaya
Ibu sungguh kecewa cita-cita mulia anaknya kandas di tengah jalan dan hanya
dapat terwujud di dunia abadi nun jauh di sana. Seketika itu juga Ibu berteriak
histeris lalu pingsan.
No comments:
Post a Comment